Dimensi
Hakikat Manusia
Dimensi Hakikat ManusiaPotensi, Keunikan, dan
Dinamikanya
4 dimensi yang akan dibahas:
v Dimensi
Keindividualan
v Dimesi
Kesosialan
v Dimensi
Kesusilaan
v Dimensi
Keberagaman
v Dimensi Kindividualan
Lysen mengartikan individu
sebagai “orang - orang”, sesuatu yang merupakan suatu keuntungan yang tidak
dapat dibagi – bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai
pribadi.
M.J. Langeveld mengatakan
bahwa setiap orang memiliki individualitas (M.J. Langeveld, 1955: 54).
Pola pendidikan yang
menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam
hubungan ini disebut pendidikan yang patologis. Dalam pengembangan individualitas
melalui pendidikan tidak dibenarkan jika menunjukkan jalan dan mendorong subjek
didik bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan
berpedoman pada prinsip “Ing Ngarsa sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut
Wuri handayani”.
v Dimensi Kesosialan
Setiap bayi
yang lahir, dikaruniai potensi sosialitas (Langeveld, 1955:54). Artinya, setiap
orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya didalamnya terkandung
unsure member dan menerima. Menurut Langeveld, adanya kesediaan untuk saling
memberi dan menerima itu dipandang sebagai kunci sukses pergaulan.
Imanuel
Khant menyatakan manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia.
Kiranya tidak usah dipersoalkan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang dapat
hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat
terasing yang terisolir.
v Dimensi Kesusilaan
Susila
berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang
lebih tinggi.
Drijarkara
mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut
dalam perbuatan (1978:36-39).
Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan
kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di
samping hak pada peserta didik.
Pada masyarakat kita, pemahaman terhadap hak
(secara objektif rasional) masih perlu ditanamkan tanpa mengabaikan kesadaran
dan kesediaan melaksanakan kewajiban.
v Dimensi
keberagamaan
Pada
hakikatnya manusia adalah makhluk religious. Beragama merupakan kebutuhan
manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat
bertopang.
Ph. Kohstamn
berpendapat bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orangtua dalam
lingkungan keluarga, karena itu adalah persoalan afektif dan kata hati.
Pesan-pesan agama harus tersalur dari hati ke hati. Terpancar dari ketulusan
serta kesungguhan hati orangtua dan menembus ke anak. Dalam hal ini,
orangtualah yang paling cocok sebagai pendidik karena ada hubungan darah dengan
anak. Disini pendidikan agama yang diberikan secara masal kurang sesuai (Thyeb,
1972:14-15).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar