Sabtu, 03 September 2016

Dimensi Hakikat Manusia



Dimensi Hakikat Manusia
Dimensi Hakikat ManusiaPotensi, Keunikan, dan Dinamikanya
4 dimensi yang akan dibahas:
v  Dimensi Keindividualan
v  Dimesi Kesosialan
v  Dimensi Kesusilaan
v  Dimensi Keberagaman
v  Dimensi Kindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai “orang - orang”, sesuatu yang merupakan suatu keuntungan yang tidak dapat dibagi – bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi.
M.J. Langeveld mengatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas (M.J. Langeveld, 1955: 54).
Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis. Dalam pengembangan individualitas melalui pendidikan tidak dibenarkan jika menunjukkan jalan dan mendorong subjek didik bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada prinsip “Ing Ngarsa sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri handayani”.
v  Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir, dikaruniai potensi sosialitas (Langeveld, 1955:54). Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsure member dan menerima. Menurut Langeveld, adanya kesediaan untuk saling memberi dan menerima itu dipandang sebagai kunci sukses pergaulan.
Imanuel Khant menyatakan manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia. Kiranya tidak usah dipersoalkan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakikat kemanusiaannya di tempat terasing yang terisolir.
v  Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su  dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam perbuatan (1978:36-39).
            Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di samping hak pada peserta didik.
            Pada masyarakat kita, pemahaman terhadap hak (secara objektif rasional) masih perlu ditanamkan tanpa mengabaikan kesadaran dan kesediaan melaksanakan kewajiban.
v  Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religious. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Ph. Kohstamn berpendapat bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi tugas orangtua dalam lingkungan keluarga, karena itu adalah persoalan afektif dan kata hati. Pesan-pesan agama harus tersalur dari hati ke hati. Terpancar dari ketulusan serta kesungguhan hati orangtua dan menembus ke anak. Dalam hal ini, orangtualah yang paling cocok sebagai pendidik karena ada hubungan darah dengan anak. Disini pendidikan agama yang diberikan secara masal kurang sesuai (Thyeb, 1972:14-15).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar